Setelah
layar dibuka, tampak seorang pria dengan tatapan yang kosong sedang duduk
dengan tangannya yang terikat, di depan pria yang memakai topeng. Sesekali
orang tersebut menangis, lalu terdiam dan menundukkan kepalanya. Beberapa saat
kemudian, tiba-tiba pria bertopeng mengangkat pistolnya sambil berteriak lalu
ia menembak pria yang sedang duduk tersebut. Setelah itu suasana menjadi hening
dan tirai ditutup kembali.
BABAK I
ADEGAN 1
Di sebuah ruang interogasi, tepatnya di
kantor polisi, tampak 2 orang polisi yang sudah siap untuk mendengarkan seorang
lelaki yang hendak ingin membuat kesaksian. Beberapa foto yang menjadi bukti
berserakan di meja.
Kusuma
Baiklah,
kami akan mendengarkan kesaksian anda.
Herman
Iya
pak. Jadi begini, Tepatnya malam itu sekitar pukul 22.00 WIB, ketika saya ingin
pergi ke swalayan untuk membeli makanan, tiba-tiba saya melihat seorang wanita
dan seorang anak yang ketakutan, karena melihat perkelahian antara dua orang
yang tak lain yaitu antara Roy dan Aldi di gang menuju ke toko swalayan.
Lantas, saya langsung melerai mereka, tapi karena kekuatan mereka lebih kuat, badan
saya terhempas dan didorong oleh Roy ke tumpukan kardus. Setelah itu, tiba-tiba
Roy menusuk Aldi dengan pisau.
Agung
Anda
benar dengan perkataan anda ini?
Herman
Iya,
saya sungguh-sungguh. Karena saya tidak mau penjahatnya berkeliaran di sekitar kompleks
perumahan tempat tinggal saya dan kebetulan Roy itu salah satu tetangga saya.
Agung
Kalau
begitu, motif anda apa? Sehingga anda berani membuat kesaksian?
Herman
Ya...
karena saya cinta damai, jadi saya harus berani.
Agung
Sekali
lagi saya bertanya, anda mampu bertanggung jawab atas apa yang telah anda
katakan?
Kusuma
Agung
cukup! (tiba-tiba memotong pembicaraan antar Agung dan Herman)
Lalu Agung pun terdiam dan suasana pun
hening seketika. Herman hanya tertunduk sambil memegang sebuah cin-cin.
Herman
Baiklah
kalau begitu pak, saya mohon pamit untuk pulang.
Kusuma
Ya
silahkan dan terima kasih atas kerja samanya. (mereka pun berjabat tangan).
Agung
Maaf
pak, tadi saya telah lancang, tetapi kali ini saya mohon untuk lancang lagi.
Saya hanya ingin mengingatkan kepada bapak agar bapak tidak semudah itu
mempercayai orang.
Kusuma
Atas
landasan apa kamu berani berbicara seperti itu?
Agung
Atas
landasan hati saya pak. (dengan percaya dirinya) ketika dia menyatakan
kesaksiannya di ruang introgasi, hati saya selalu menolak perkataannya mungkin
itu terjadi karena saya sudah bertahun-tahun mendengarkan kesaksian orang,
tetapi saya tidak pernah merasakan seperti perasaan saya ini (sambil mengusap
dadanya).
Kusuma
Hmm...
Wijaya
Maaf
pak!!! saya ingin melaporkan sesuatu
kepada bapak, bahwa tersangka yang bernama Roy telah berhasil kami tangkap dan
sekarang dia sedang berada di sel tahanan nomor 11.
Agung
a..aa..apa?
dia sudah tertangkap?
Kusuma
Kerja
yang bagus, sekarang cepat bawa Roy ke ruang introgasi.
Wijaya
Baik
pak.
Kemudian Wijaya pun memberikan hormat dan
bergegas pergi ke sel tahanan nomor 11.
ADEGAN
2
(Di sel tahanan nomor 11)
Marno
Hai
anak muda, kenapa kamu tidak berbicara sepatah kata pun. Apa yang sedang kamu
pikirkan nak?
Sapa seorang lelaki separuh baya,
kira-kira berumur 60 tahun. Roy hanya menoleh saja, tetapi tidak menjawab.
Marno
Sepertinya
kamu sedang tidak ingin bicara, tetapi bolehkah saya bicara kepadamu nak???....
seberat apapun masalahmu, jangan hanya terdiam, tetapi kamu harus berusaha dan
melawan masalah tersebut. Jangan sampai menyesal
diakhir, seperti kakek tua ini.
Roy
Memangnya
apa yang telah kakek perbuat? Sehingga kakek menyesal?
Pertanyaan
pun belum sempat dijawab, tiba-tiba datang beberapa polisi menghampiri mereka
dan membawa Roy ke ruang introgasi.
Wijaya
Saudara
Roy, saya disuruh oleh ketua untuk membawa anda ke ruang introgasi.
Marno
Jangan
takut anak muda, katakan apa yang harus kamu katakan. Jangan membohongi dirimu
sendiri. (bisiknya kepada Roy).
ADEGAN
3
(Di ruang introgasi)
Kusuma
Aduh
saya lupa. Agung, tolong bawa berkas-berkas Roy di dalam map yang berwarna biru,
sekaligus foto-foto yang dibawa oleh Herman tadi!
Agung
Baik pak.
Lalu Agung bergegas pergi ke kantor
Kusuma. Selang beberapa saat datanglah Wijaya berserta Roy.
Kusuma
Silahkan duduk saudara Roy.
Baiklah bisa kita mulai dengan
pertanyaan pertama? Saudara Roy, kemana saja anda pergi pada hari Minggu pukul
22.00 WIB?
Roy
Saya
pergi ke swalayan dengan teman saya, Aldi.
Tok...tok...tok... Agung pun masuk ke
ruang introgasi.
Agung
Maaf
pak ini berkas-berkasnya. (sambil menyerahkan map yang berwarna biru dan duduk
di samping Kusuma).
Kusuma
Untuk
apa anda pergi ke swalayan dan apa yang anda lakukan disana?
Roy
Saya
hanya mengantar teman saya mnjemput istri dan anaknya yang baru pulang menginap
dari rumah mertuanya.
Kusuma
Seberapa
dekat anda berhubungan dengan Aldi dan keluarganya?
Roy
(Roy
terdiam, dia hanya menunduk dan menangis).
Agung
Maaf
saudara Roy, mengapa anda menangis?
Roy
Saya
terpukul dengan kematian teman saya. Dari kecil sampai dewasa, saya selalu bersama
dia.
Kusuma
Sekarang
pasti anda tau apa penyebab anda berada disini?
Roy
Ya
saya tahu.
Kusuma
Jadi
anda menerima semua tuduhan yang diajukan oleh istrinya, bahwa anda yang
membunuh suaminya yang tak lain adalah teman anda sendiri?
Roy
hanya tertunduk dan terdiam sambil mengepal tangannya.
Agung
Ayo
jawab !
Kusuma
Terus
mengapa anda bersembunyi? Mengapa anda melarikan diri?
Agung
Ayo
jawab!
Roy
Percuma
saya menjawab, karena pada akhirnya semua akan sia-sia.
Agung
Tolong
kerja samanya Roy, apabila anda tidak menjawab semua pertanyaan kami, maka anda
akan terus berada di sel tahanan!
Kusuma
Saudara
Roy, apakah benar ini adalah anda? (sambil menunjukkan foto yang dibawa oleh
Herman).
Tiba-tiba
Roy menangis dan memukul meja dengan keras sambil berteriak histeris.
Kusuma
Agung,
cepat panggil Wijaya dan suruh Wijaya untuk membawa Roy ke sel tahanan nomor 11
! (Agung pun bergegas pergi dan kembali lagi ke ruang introgasi).
Agung
Sepertinya
ini akan dilanjutkan di ruang persidangan.
Kusuma
Benar-benar
kasus yang rumit.
ADEGAN
4
(Di ruang sel tahanan nomor 11)
Marno
Ada
apalagi nak, mengapa kamu menangis lagi? (Roy tidak menjawab dan hanya menangis
saja). Silahkan menangislah sebebas mungkin, jika itu bisa meringankan bebanmu!
Roy
Apa
yang harus saya lakukan? Saya tidak mengerti dengan alur Tuhan, mengapa jalan
yang sebenarnya luas, terlihat sempit?
Marno
Lantas,
apa yang kamu inginkan nak?
Roy
Ingin
keadilan.
Marno
Bersiaplah
untuk menerima keadilan tersebut (sambil mengusap pundak Roy).
Roy
Oh
iya kek, kakek belum menjawab pertanyaanku tadi, mengapa kakek bisa disini?
Padahal saya lihat kakek itu orangnya bijaksana.
Marno
Kamu yakin nak, kakek tua ini bijaksana?
(lalu Roy pun menganggukan kepala).
5 tahun yang lalu, saya bekerja sebagai
tukang sate bersama cucu saya, karena kebetulah anak saya yang lebih tepatnya
lagi anak yang saya adopsi sedang bekerja di kantor swasta. Nah, kejadian
mengerikan itu terjadi ketika kami sedang menutup toko, tiba-tiba cucu saya
menerima telepon entah dari siapa itu, kemudian cucu saya langsung bergegas
pergi tanpa memberitahu kemana dia akan pergi. Karena saya curiga, saya
membuntuti cucu saya, dan tiba-tiba cucu saya masuk ke dalam rumah yang
terlihat tak berpenghuni dan yang membuat saya terkejut, dia ersama seorang
rentenir. 1 jam berlalu, aku hanya menunggu di luar, karena penasaran, saya
langsung masuk ke dalam rumah tersebut, dan betapa terkejutnya saya, melihat
sesosok mayat tergeletak terhunus pisau di depan saya, yang ternyata mayat
tersebut adalah mayat seorang rentenir yang selalu memaksa dan menagih hutang
anak saya. Lalu datanglah polisi. Lalu... (tiba-tiba kakek itu pun menunduk).
Roy
Ja
ja jadi, kakek itu dijebak oleh cucu kakek sehingga pada akhirnya kakek
dijebloskan ke penjara?
Marno
Tidak
nak.
Roy
Lantas
apa kek?
Marno
Saya
mengaku bersalah.
Roy
Kenapa
kek? Pada kenyataannya kakek tidak bersalah kan? Yang bersalah itu cucu kakek
kan?
Marno
Saya
terpaksa melakukan itu, karena saya tidak mau cucu saya dipenjara, saya tahu
mungkin dia terpaksa melakukan semua itu, karena dia sudah tidak kuat akan
kelakuan rentenir itu, yang tak jarang dia selalu ke toko saya beserta anak
buahnya mencari anak saya, dengan mengobrak-abrik toko saya dan menganiaya kami
berdua.
Roy
Kakek
memang bijaksana!
Marno
Tidak
nak, kakek telah mengambil jalan yang salah.
Roy
Jalan
yang salah?
Marno
Iya,
jalan yang sebenarnya luas tetapi sempit, sehingga saya bingung dan pada
akhirnya menolak keadilan.
Roy
Maksudnya?
Marno
Sebelum
saya diintrogasi, saya bertemu cucu saya, lalu cucu saya memberitahu bahwa yang
membunuh itu adalah ayahnya, yang sebenarnya ayahnya ingin menjebak cucu saya,
makanya dia menelpon dengan modus dia ingin bertemu dengan cucu saya. Karena
saking bahagianya cucu saya tidak berfikir panjang. Iya memang selama hidupnya
dia dibenci oleh ayahnya, karena ibunya meninggal ketika melahirkan dia,
sehingga ayahnya menyalahkan kematian istrinya kepada cucu saya. Cucu saya terus
memohon kepada saya, agar dia sajalah yang menjadi tersangka. Di tengah-tengah
pembicaraan kami, datanglah anak saya, dia pun menyuruh cucu saya pulang,
karena dia hanya ingin berbicara berdua dengan saya. Saya sangat terkejut
ketika anak saya berlutut dihadapan saya, dia memohon agar dia tidak
mengungkapkan kebenaran bahwa yang memnbunuh itu adalah dia, dan sebagai
imbalannya, dia akan mengurus dan menyayangi cucu saya dengan sepenuh hati.
Saya pun langsung menerima tawaran tersebut dengan mengorbankan diriku sebagai
tersangka, karena saya ingin cucu saya merasa kasih sayang ayahnya, kasih
sayang yang selalu dia dambakan. (tiba-tiba kakek menitikkan airmata).
Roy
Kakek?
Kenapa?
Marno
Nak,
yang saya sesali selama ini adalah mengapa saya menerima tawaran anak saya.
Roy
Loh...
kok begitu kek? Kan kakek ingin cucu kakek bahagia?
Marno
Bukan
itu permasalahannya nak, setelah beberapa bulan kemudian, saya mendapat berita
bahwa cucu saya meninggal yang katanya dia sakit. Tetapi selang beberapa hari,
istri dari anak saya datang menjenguk saya, dan betapa terkejut, ternyata cucu
saya meninggal bukan karena sakit, tetapi karena dianiaya oleh ayahnya sendiri.
Pada waktu itu saya sangat menyesal...
Roy
Lantas,
kemanakan sekarang anak kakek?
Marno
Dia
meninggal setelah satu minggu kematian cucu saya, karena dia tertangkap dan
tidak mau menerima keadilan sehingga dia menembak dirinya sendiri.
Roy
Tuhan...
betapa jahatnya alur kehidupan ini, kakek yang sabar (sambil mengusap pundak
kakek)
Marno
Tidak
nak, bukan alur kehidupan yang salah, tetapi keputusan untuk menentukan jalan
yang salah. Bukan takdir, tetapi manusia itu sendirilah yang salah. Maka dari
itu, berusahalah untuk menerima keadilan tersebut nak, jangan kau tolak
dan jangan sampai kau mengambil
keputusan yang salah! Lindungilah apa yang seharusnya kamu lindungi!!!
Roy
Baiklah
kek. (sambil tersenyum, lalu setelah itu,
Roy pun menceritakan semua kejadian yang menimpanya kepada Marno).
BABAK
II
ADEGAN 5
(Keesokan
harinya di ruang kejaksaan)
Sukma
Saya
menuntut saudara Roy atas kematian suami saya, tolong usahakan agar Roy dapat
menerima hukuman yang setimpal. Ini bukti-bukti atas kelakuan Roy kepada suami
saya.
Yunita
Anda
yakin atas pernyataan anda ini?
Sukma
Iya
saya yakin sekali, karena saya salah satu saksi matanya.
Yunita
Baiklah
kalau begitu, akan kami akan usahakan semaksimal mungkin bu. (sambil berjabat
tangan).
Setelah itu jaksa pun langsung bergegas
untuk melakukan penyelidikan berlanjut.
ADEGAN
6
(Di kantor polisi)
Agung
Pak,
berkas-berkasnya sudah siap.
Kusuma
Iya,
coba saya lihat. sip kerja yang bagus. Sekarang tolong panggilkan Wijaya.
Agung
pun bergegas untuk memanggil Wijaya. Selang beberapa detik kemudian, datanglah
Wijaya dengan derap langkahnya yang tegap.
Wijaya
Saya
siap untuk menerima tugas.
Kusuma
Bagus.
Saya senang melihat kalian hari ini sangat semangat (sambil tersenyum kepada
Wijaya dan Agung).
Agung
Ah..
bapak bisa aja, memang setiap hari kami selalu semangat, bapaknya aja yang kagak nyadar. (sambil tertawa).
Wijaya
Iya
pak, lagian bapak setiap hari suka tidak jelas, dan tak jarang bapak
membingungkan saya dengan perintah yang tidak lengkap. Hehe.
Kusuma
Hah?
Perintah tidak lengkap?
Agung
Iya,
katanya bapak itu suka GAJEBO.
Kusuma
Hah?
GAJEBO?!?!
Agung dan Wijaya
Iya
pak Gajebo itu Gak Jelas Boooooooooo. Hahahahaha.
Kusuma
Diammm,
aku tarik kembali pujianku tadi, anggap saja pujian itu tak pernah terucap.
Kalian ini hobi sekali membuli saya.
Wijaya
Yee...
bapak yang hobi memarahi kami, eh keceplosan. (sambil menutup bersembunyi di
belakang Agung).
Agung
Nah
gininih kalau punya atasan yang kurang memahami perasaan anak buahnya, sakitnya
tuh disini (sambil menunjuk hatinya), baru kerasa kan?! (bisiknya kepada
Wijaya).
Kusuma
Sudah..sudah..
jangan ngata-ngatain saya, sekarang waktunya serius! Agung saya tugaskan kamu
pergi ke kantor kejaksaan untuk menyerahkan berkas-berkas! Dan kamu Wijaya,
saya tugaskan kamu untuk memberitahu Roy bahwa siang ini dia harus menemui
pengacara publik, karena kasusnya akan dilanjutkan ke meja hijau, kalian
mengerti?!
Agung dan Wijaya
Mengerti
pak... tugasmu akan kami laksanakan.
Mereka
pun bergegas pergi untuk melaksanakan perintah atasannya dengan penuh semangat.
Di samping itu, setelah Roy mengetahui
bahwa kasus dia akan diajukan kepengadilan dan setelah dia mendengarkan kisah
Marno, akhirnya dia berniat tidak akan menyerah, mulai saat ini dia menanamkan
dibenaknya bahwa dia akan meminta keadilan. Dia pun langsung menceritakan
kronologis kejadian kasusnya tersebut kepada pengacaranya. Segala bukti yang menyimpang, mereka selidiki
dan mereka pecahkan dengan sangat hati-hati.
BABAK
III
ADEGAN 7
Tiga hari kemudian, di ruang sidang tampak
dipenuhi oleh beberapa orang untuk meyaksikan persidangan, terlihat Sukma, dan
anaknya Dimas, serta Herman duduk berdampingan di kursi penonton. Begitupula
dengan Kusuma, Agung dan Wijaya yang sibuk untuk menertibkan penonton.
Sementara itu, dengan tenangnya Roy
duduk berdampingan dengan pengacaranya, Mbak April. Hakim pun datang dan
persidangan pun dimulai.
Hakim
Baiklah, kita mulai saja persidangan
ini. Jaksa, silahkan anda kemukakan argumen anda berdasarkan bukti yang nyata dapat
dipertanggungjawabkan!
Jaksa
Berdasarkan
tuntutan istri korban dan bukti yang telah ada, tersangka yang bernama Roy
telah membunuh saudara Aldi, yang tak lain adalah temannya sendiri.
Hakim
Silahkan
kepada pengacara, apakah ada yang ingin anda sampaikan?
Pengacara
Terima
kasih Pak Hakim. Baiklah saya akan mulai dengan pembelaan pertama saya terhadap
klien saya. mengenai foto, saya ingin bertanya kepada jaksa, mengapa latarnya apabila kita selidiki lebih
lanjut itu berbeda dengan tempat kejadian yang sesungguhnya. Operator, tolong
fotonya ditampilkan penuh di layar. Dari foto tersebut, ada sesuatu yang mengganjal,
yaitu adanya tempat sampah di depan toko swalayan, padahal setelah saya melakukan
observasi, swalayan tersebut ternyata hanya memiliki tempat sampah di belakang
toko bukan di depan. Selain itu juga, tidak ada tumpukan kardus yang di
ceritakan oleh saksi, bahwa ketika dia terhempas dia di dorong oleh Roy ke
tumpukan kardus, karena yang kita kenal bahwa toko swalayan tersebut terbilang
toko yang mencintai lingkungannya.
Hakim
Jaksa,
silahkan anda jawab!
Jaksa
Baiklah,
saya akan menjawab, foto tersebut kami dapatkan berdasarkan hasil
potongan-potongan CCTV, bisa kita tampilkan CCTV-nya di layar, nah jadi seperti
itulah kronologisnya, dan yang saya ingin tanyakan, apakah anda bisa membela klien
anda kali ini setelah anda mengetahui bahwa terdapat kamera CCTV yang hasilnya
nyata, bukan lagi praduga?
Hakim
Silahkan
pengacara!
Pengacara
Terima
kasih pak hakim. Baiklah saudara jaksa, jika anda benar-benar dengan pernyataan
anda itu, tapi mengapa ketika pihak polisi sedang melakukan penyelidikan,
mereka tidak menemukan CCTV yang bagus di daerah tersebut, CCTV yang ada di
sekitar toko swalayan semuanya rusak. Bagaimana anda mempertanggungjawabkan
semua ini, jaksa?
Hakim
Silahkan
kepada jaksa untuk menjawab!
Jaksa
Terima
kasih pak hakim, baiklah saya akan menjawabnya dengan tegas, pengacara, perlu
anda ketahui bahwa CCTV yang merekam kejadian tersebut itu tidak berasal dari
tempat sekitar toko swalayan, melainkan CCTV tersebut berasal dari mobil
seseorang yang memasang CCTV di mobilnya.
Pengacara
Pak
hakim mohon maaf, saya ingin mengajukan pertanyaan kepada jaksa.
Hakim
Silahkan.
Pengacara
Jika
memang rekaman tersebut berasal dari mobil seseorang, bisakah anda jelaskan
saudara jaksa, dimanakah letak mobil itu ketika tempat kejadian, karena
berdasarkan rekaman hasil introgasi saudara Pak Herman, Kejadian tersebut
berada di gang kecil, jadi mana mungkin gang kecil yang hanya masuk sebuah motor,
bisa masuk sebuah mobil?
Jaksa
Pak
hakim mohon maaf, saya mohon izin menjawab.
Hakim
Silahkan.
Jaksa
Tempat
kejadian memang terletak di gang, tetapi tidak jauh dari jalan raya, sehingga dapat
terjangkau oleh CCTV yang berada dalam mobil.
Hakim
Pengacara,
apakah ada pembelaan lagi.
Pengacara
Mohon
maaf pak hakim, beri kami waktu untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan klien
saya, Roy.
Hakim
Baiklah
saya beri waktu anda 30 menit untuk berdiskusi. Dan yang lainnya boleh
istirahat terlebih dahulu.
Persidangan pun terhenti sejenak, hakim
dan penonton keluar dari ruang persidangan. Sementara itu, Roy dan Mbak April
(pengacara) tetap berada di ruangan tersebut.
Pengacara
Roy,
sekarang tidak ada jalan lain lagi, semua pembelaan ditolak. Kini jalan
keluarnya kita harus membuat Dimas berbicara.
Roy
Tapi
dia masih anak-anak Mbak.
Pengacara
Tidak
Roy, meskipun dia masih anak-anak dia tetap bisa menjadi saksi, asalkan dia
konsisten dengan pembicaraannya.
Roy
Apakah
itu benar Mbak? Apakah tidak akan berdampak buruk bagi Dimas? Saya tidak mau
apabila Dimas menderita akibat terlibat dalam persidangan ini, apalagi setelah
dia kehilangan ayahnya, Aldi.
Pengacara
Hey
Roy... dengarkan aku baik-baik! Apabila sekarang Dimas tidak terlibat dan
membelamu, maka dia akan menderita. Kamu kan yang memberitahuku bahwa Sukma
(Ibunya Dimas) kurang suka terhadap Dimas, karena Sukma menganggap segala
kesialannya, dari mulai menikahi temanmu sampai dia kehilangan pekerjaan yang ia
cita-citakan itu semua dilampiaskan olehnya kepada Dimas.
Roy tidak dapat lagi menolak, setelah
dia berfikir bahwa, nasib Dimas dan cucunya Marno serupa, dia tidak ingin nasib
Dimas berakhir serupa seperti cucunya Marno.
Roy
Baiklah
kalau begitu. (Roy pun tersenyum).
Setlah
30 menit berlalu, ruang persidangan pun kemabali penuh seperti semula.
Hakim
Baiklah,
kita mulai kembali sidang ini. (smabil mengetuk palu) Pengacara, silahkan anda
kemukakan hasil diskusi anda dengan kalien anda tadi!
Pengacara
Baik
pak hakim. Jadi begini, kami memiliki saksi mata lainnya, selain Pak Herman.
Hakim
Siapa?
Pengacara
Mohon
maaf sebelumnya pak hakim, saya tidak akan menyebutkan atau memanggilnya
terlebih dahulu karena saksi mata lainnya sekarang berada di sekitar kita, saya
ingin dia bersedia sendiri untuk kedepan, membela klien saya, karena saksi mata
kita kali ini sangat tahu persis kejadian tersebut.
Pernyataan
pengacara pun belum selesai, tiba-tiba penonton ricuh, mereka saling
bertanya-tanya siapakah saksi mata yang lainnya.
Hakim
Semuanya
harap diam!!! Baiklah kita lanjutkan kembali, silahkan pengacara!
Pengacara
Terima
kasih pak hakim. Baiklah saya akan lanjutkan kembali, mengenai saksi mata kita
kali ini, saya tahu bahwa dia merupakan seseorang yang kenal betul dengan klien
saya, Roy, bahkan mereka pun seperti bukan orang lain lagi, karena mereka aling
menyayangi satu sama lain, sama seperti Aldi yang menyayangi Roy.
Belum lagi pernyataan pengacara itu
selesai, tiba-tiba Dimas berdiri dan mengacungkan tangannya. Semua penonton pun
terkejut, dan suasana pun hening seketika.
Dimas
Mohon
maaf pak hakim, saksi mata yang lainnya itu adalah saya. (dengan suaranya yang
lantang)
Herman
Tidak
mungkin! Tidak mungkin dia menjadi saksi, dia masih anak-anak dan ada
kemungkinan juga dia bisa berbohong! (dengan sangat emosi).
Jaksa
Mohon
maaf pak hakim, tetapi benar apa yang dikatakan Pak Herman, bahwa Dimas masih
anak yang berusia 11 tahun dan secara otomatis dia tergolong anak kecil yang
kemungkinan kesaksiannya berubah-ubah.
Roy
Saudara
Herman!!! (dengan suara yang lantang dan penuh emosi) mengapa anda berfikiran
bahwa Dimas akan berbohong? Yang pada kenyataanya, kesaksian anak kecillah yang
tidak bisa mengada-ngada, karena dia masih kecil untuk memiliki banyak alasan!
Hakim
Sudah..sudah..
kita lanjutkan kembali sidang ini! pengacara, apakah kesaksian anak kecil itu
bisa dipertanggungjawabkan?
Pengacara
Iya
pak hakim, dia merupakan anak korban dan ketika peristiwa itu terjadi, dia
berada disana bersama dengan ibunya, lagi pula anak kecil itu boleh menjadi
saksi apabila itu diperlukan sebagai bukti akhir.
Hakim
Baiklah,
setelah saya pertimbangkan, saudara Dimas silahkan ke depan, anda bisa menjadi
saksi, dengan catatan ini merupakan bukti akhir, karena buktinya sudah tidak
ada lagi. Silahkan nak Dimas !
Dimas
I..i..iya
pak, jadi pada hari minggu yaitu pada malam hari, aku dan ibuku pulang dari
rumah nenek, tiba-tiba ketika di gang datang om Herman menjemput kami, karena
saya haus, saya pun pergi membeli es ke toko swalayan. Ketika saya kembali lagi
ke gang yaitu ke ibu, saya melihat seseorang menusuk ayah saya dengan pisau,
lalu dia hendak ingin membunuh lagi, tetapi dia kemudian berhenti ketika
melihatku, pembunuh itupun lalu menghampiriku dan ingin membunuhku, tetapi dia
berkata bahwa dia tidak akan membunuhku dan akan mengurusku apabila lelaki itu
menyerah dan mengaku salah kepada pak polisi. Lelaki itupun lalu berkata “iya,
aku tidak akan berkata bahwa kamu yang bersalah, aku rela jika aku dianggap tersangka.
Asal, lepaskan anak itu!!”.
Pengacara
Terus
apakah nak Dimas tau, hubungan apa yang terjalin antara ibumu dengan om Herman?
Dimas
Tidak
tahu tante, tapi aku sering melihat mereka berpelukan dan Om Herman juga sering
tidur di kamar ibu.
Sukma
B..b..bohong!!!!.....
Dimas, kamu jangan coba-coba berbohong ! ibu tidak pernah mengajarkanmu
berbohong!
Dimas
Justru
aku mengatakan ini karena aku tidak ingin berbohong, ibu... (tiba-tiba ia pun
menangis).
Hakim
Saudara
Dimas, mengapa anda menangis?
Dimas
Saya
menangis karena kaki saya sakit, tadi ibu memukuli saya karena saya tidak boleh
datang ke sini, tetapi saya membuntuti ibu, sehingga saya sampai ke sini dan
karena ketahuan saya ada disini, kaki saya dipukuli lagi oleh om Herman.
Sukma
Itu
bohong!!!! Bohong!!!
Hakim
Tolong
Bu Sukma, harap tenang ! Pengacara tolong lihat kaki korban!
Setelah
dia membuka sedikit celana Dimas, ternyata benar, kakinya memar dan sebagian
lagi berdarah, dia pun menganggukkan kepala kepada pak hakim.
Pengacara
Nak
Dimas, sekarang tante ingin bertanya lagi, nak Dimas bisa tunjukkan siapa orang
yang membunuh ayah nak Dimas? dan siapakah lelaki yang menolong nak dimas pada
waktu itu?
Dimas
(Dimas
diam sejenak lalu dia membalikan badannya), yang membunuh ayahku adalah... dia!
(sambil menunjuk dengan jari telunjuknya, ke arah Herman).
Sukma
pun tiba-tiba tergeletak pingsan. Sementara itu, Herman hendak ingin melarikan
diri tetapi tertangani oleh para polisi, yaitu Kusuma, Agung, dan Wijaya.
Sidang pun berakhir dengan keputusan
bahwa Roy dinyatakan TIDAK BERSALAH.
Comments
Post a Comment